Kitab Thoharoh – Bab Air – Hadits Pertama

6.30.2010

1. عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ –رضي الله عنه- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- فِي اَلْبَحْرِ: { هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ } أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ.
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya”.(1)



Derajat hadits :
Hadits ini shahih, sebagaimana dikatakan oleh Tirmidzi : ini adalah hadits hasan shahih, dan aku bertanya kepada Bukhari mengenai hadits ini, beliau menjawab : hadits ini shahih. Hadits ini dishahihkan juga oleh lebih dari tiga puluh enam imam hadits, diantaranya : Ibnu Hibban, Ibnul Mundzir, Ath Thahawi, Al Baghawi, Al Khottobi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Taimiyah, Ibnu Katsir , Ibnu Hajar.(2)

Makna lafadh hadits :
Ath Thohuur : thohir wa muthohhir (air yang suci dzatnya dan mensucikan), sedangkan lafadh Thuhur menunjukan akan perbuatan bersuci.(3)
Al hillu : sebagai sifat yang berarti halal.
Maitah : bangkai, yang dimaksud dengan bangkai di sini ialah hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i. sedangkan maksud ucapan nabi berupa bangkai laut ialah bangkai hewan yang hanya hidup di dalam laut.
Diriwayatkan oleh imam empat : ini adalah istilah Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram yang berarti Abu Daud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasai.(4)

Sababul wurud
Hadits ini memiliki sababul wurud yang diriwayatkan oleh para perawinya, yaitu : seorang lelaki datang kepada nabi –shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dan berkata : ya Rasulallah, sesungguhnya kami mengarungi lautan dan hanya membawa sedikit air, jika kami gunakan untuk berwudhu –bersuci- maka kami akan kehausan, bolehkah kami berwudhu’ menggunakan air laut? Lantas nabi menjawab : laut itu airnya suci dan mensucikan…” (al hadits)

Kesimpulan Hadits :
1. Shahabat nabi diatas mengajarkan kepada kita adab-adab meminta fatwa, yaitu dengan menerangkan keadaan yang menimpanya dengan sejalas-jelasnya untuk mendapatkan hukum yang sesuai, dan dalam kasus diatas shahabat tersebut –sebagai seorang pelaut- mendapati air laut sangat asin, lantas menanyakan hukumnya terkait dengan ibadah yang harus dia lakukan
2. bisa saja nabi menjawab pertanyaan shahabat diatas dengan mengatakan : “iya atau boleh”. Akan tetapi Nabi menjawabnya dengan ucapan : “laut itu airnya suci dan mensucikan” dan ini termasuk dari jawaami’ul kalim (lafadh yang singkat dengan kandungan makna yang luas), berdasarkan beberapa pertimbangan, diantaranya : agar tidak ada anggapan bahwa yang diperbolehkan hanyalah berwudhu dengan air laut dalam keadaan darurat, dan menjelaskan suatu hukum dengan ‘illahnya (alasan) yang dalam kasus ini ‘illahnya adalah sucinya air laut dan mensucikan.
3. seorang alim atau mufti dianjurkan ketika menjawab fatwa maupun pertanyaan untuk menambahkan suatu hukum yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan apabila melihat si penanya membutuhkannya atau tidak mengetahuinya, sebagaimana dicontohkan oleh nabi –shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan menambahkan hukum bangkai laut karena shahabat tersebut membutuhkannya.
4. Para ulama sepakat akan sucinya air laut, sehingga dapat mengangkat hadats besar dan kecil, serta membersihkan najis.
5. para ulama berselisih pendapat mengenai rincian bangkai laut yang halal untuk dimakan(5) : imam Abu Hanifah berpendapat halalnya ikan dengan seluruh jenisnya, dan mengharamkan selainnya seperti : anjing laut, singa laut dan ular yang hidup di laut serta hewan-hewan yang menyerupai hewan yang hidup di darat. Adapun imam Ahmad berpendapat : halalnya seluruh binatang laut kecuali katak, ular dan buaya, dengan alasan bahwa katak dan ular termasuk yang dianggap khobits (jelek), sedang buaya merupakan hewan yang bertaring dan buas. Sedangkan imam Malik dan Syafi’I berpendapat : seluruh hewan laut hukumnya halal tanpa terkecuali, berdasarkan firman Allah ta’ala : “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut” (Al Maaidah : 96), shoidul bahri di sini maksudnya ialah hewan buruan laut. serta hadits diatas yang berbunyi : “bangkainya pun halal”. Dan ini adalah pendapat yang lebih kuat. (wallaahu ‘alam).

Catatan Kaki :
(1) Bulughul Maram, Kitab Thoharoh, Bab Al miyaah.
(2) lihat : Taudhihul Ahkam : 1/115.
(3) Syarah Shohih Muslim : 3/99. Lihat : Syarah Bulughul Maram, Salman Audah, bab al miyaah, hadits 1.
(4) Mukaddimah Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram.
(5) lihat : Taudhihul Ahkam : 1/117.

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

Pengikut